Sekilas tentang novel ini: Klik Disini!
Judul Buku : Maryamah Karpov - Mimpi-mimpi Lintang
Penulis : Andrea Hirata
Cetakan : Pertama Nopember 2008
Penerbit : Bentang Pustaka, Yogyakarta
Tebal : 504 halaman
Harga : Rp. 79.000,-
Penulis : Andrea Hirata
Cetakan : Pertama Nopember 2008
Penerbit : Bentang Pustaka, Yogyakarta
Tebal : 504 halaman
Harga : Rp. 79.000,-
Oleh (adangdaradjatun.com)
Tetralogi karya Andrea Hirata menghasilkan empat buku yang digemari pembaca, tiga novel fiksi sebelumnya diantaranya Laskar pelangi, Sang pemimpi dan Edensor telah sukses menghasilkan karya-karya best seler. Saat ini Andrea Hirata kembali menyuguhkan karya dan buku ke-empatnya sekaligus penutup tetralogi laskar pelangi yakni Maryamah Karpov mimpi-mimpi Lintang.
Maryamah Karpov merupakan buku terakhir dari Tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata mulai dari Laskar Pelangi, Sang Pemimpi dan Edensor. Dalam novel ini, dengan satirenya yang khas, ironi yang menggelitik, dan intelegensia yang meluap-luap namun membumi, Andrea berkisah tentang perempuan dari satu sudut yang amat jarang diekspos penulis Indonesia dewasa ini. Di buku ini, Andrea mengisahkan tentang Arai, Lintang, A Ling, dan beberapa pertanyaan yang belum sempat terjawab di 3 buku terdahulu.
Maryamah Karpov dilaunching pada tanggal 28 November 2008 di toko buku MP Book Point, Jakarta, dan beredar secara resmi mulai tanggal 29 November 2008.Launching buku ini mendapatkan expose yang cukup besar dari media massa dan mendapat perhatian banyak dari khalayak pecinta buku terutama oleh penggemar Tetralogi Laskar Pelangi. Bahkan ada beberapa pihak yang menganggap antusiasme terhadap launching buku Andrea Hirata ini sebagai JK Rowling-nya Indonesia.
Tetap dengan sihir-sihir kata-katanya, Andrea membawa pembaca pada kisah-kisah yang menakjubkan sekaligus mengharukan. Keberanian dan keteguhan hati telah membawa Ikal pada banyak tempat dan peristiwa. Dengan sepenuh hati, Ikal rela berlayar mengunjungi pulau "Batuan" atau lebih dikenal sebagai pulau tempat para lanun (bajak laut) berkumpul dan bersembunyi dari polisi. Ikal bersusah payah ke pulau itu hanya untuk bertemu A Ling. ia tidak peduli akan nyawanya. Keberaniannya ditantang ketika tanda-tanda keberadaan A Ling tampak. Dia tetap mencari, meski tanda-tanda itu masih samar.
Andrea berusaha melucu dalam novelnya ini dengan satire yangg seringkali tanpa makna. Penulis tampaknya ingin menyampaikan pesan-pesannya melalui gambaran
yang metaforik semisal bekerja rody sebagai kuli timah, membuat sendiri kapal layar
11 meter, mengarungi selat malaka, bertemu kawanan lanun, dan cerita lainnya. Oleh editor dalam sampul belakang buku, kisah dalam buku ini ditulis sebagai "cultural
literacy non-fiction", seolah-olah memang ini kisah nyata yang dialami dan bukan fiksi.
yang metaforik semisal bekerja rody sebagai kuli timah, membuat sendiri kapal layar
11 meter, mengarungi selat malaka, bertemu kawanan lanun, dan cerita lainnya. Oleh editor dalam sampul belakang buku, kisah dalam buku ini ditulis sebagai "cultural
literacy non-fiction", seolah-olah memang ini kisah nyata yang dialami dan bukan fiksi.
Dalam salah satu bagian Andrea mengungkapkannya seperti ini: "Jika dulu aku tak menegakkan sumpah untuk sekolah setinggi-tingginya demi martabat ayahku, aku dapat melihat diriku dengan terang sore ini; sedang berdiri dengan tubuh hitam kumal, yang kelihatan hanya mataku, memegang sekop menghadap gunungan timah, mengumpulkan napas, menghela tenaga, mencedokinya dari pukul delapan pagi sampai magrib, menggantikan tugas ayahku, yang dulu menggantikan tugas ayahnya. Aku menolak semua itu! Aku menolak perlakuan buruk nasib kepada ayahku dan kepada kaumku. Kini Tuhan telah memeluk mimpiku. Atas nama harkat kaumku, martabat ayahku, kurasakan dalam aliran darahku saat nasib membuktikan sifatnya yang hakiki bahwa ia akan memihak kepada para pemberani."
Semangat berjuang Ikal digambarkan dengan jelas dalam paragraf tersebut. Di sinilah semangat Ikal mengenang masa lalunya dalam awal novel ini untuk mereview novel pertamanya. Disebutkan bahwa ketika Ikal di penghujung studi di Perancis, ada peribahasa "setinggi-tinggi bangau terbang, akhirnya hinggap di pelimbahan (kubangan) juga". Seolah-olah upaya belajar di luar negeri, sia-sia ketika harus kembali ke kampung halamannya. Tentu di sini juga ada pergolakan untuk mempertaruhkan kepandaiaannya untuk pembangunan daerahnya.
Yang paling mengesankan adalah pertemuan kembali dengan teman-teman lamanya yang tergabung dalam Laskar Pelangi. Mereka kini telah tumbuh dewasa dan masing-masing telah menemukan hidupnya. Sebuah ironi kembali dirasakan Ikal. Para sahabat Laskar Pelangi ini tak pernah pergi ke mana-mana, namun mereka telah menemukan hidup bahkan cinta sekaligus, sementara Ikal yang telah mencapai sudut-sudut dunia merasa tak menemukan apa-apa, tak juga cintanya.
Yang paling mengesankan adalah pertemuan kembali dengan teman-teman lamanya yang tergabung dalam Laskar Pelangi. Mereka kini telah tumbuh dewasa dan masing-masing telah menemukan hidupnya. Sebuah ironi kembali dirasakan Ikal. Para sahabat Laskar Pelangi ini tak pernah pergi ke mana-mana, namun mereka telah menemukan hidup bahkan cinta sekaligus, sementara Ikal yang telah mencapai sudut-sudut dunia merasa tak menemukan apa-apa, tak juga cintanya.
Titik terang keberadaan A Ling mulai terlihat setelah seorang nelayan menemukan sejumlah mayat mengambang di laut. Tanda fisik berupa tato kupu-kupu hitam di tubuh mayat mengingatkan Ikal pada sosok kekasihnya itu yang ternyata memiliki tanda serupa.
Berdasarkan analisa dan insting maka sampailah Ikal pada sebuah dugaan, A Ling berada di Pulau Batuan, sebuah gugusan pulau-pulau kecil yang sangat strategis bagi para pendatang haram untuk menyeberang ke Singapura. Di sekitar pulau inilah berkuasa para lanun (bajak laut) yang terkenal bengis dan tak segan mencabut nyawa orang.
Berdasarkan analisa dan insting maka sampailah Ikal pada sebuah dugaan, A Ling berada di Pulau Batuan, sebuah gugusan pulau-pulau kecil yang sangat strategis bagi para pendatang haram untuk menyeberang ke Singapura. Di sekitar pulau inilah berkuasa para lanun (bajak laut) yang terkenal bengis dan tak segan mencabut nyawa orang.
Bukan Ikal namanya kalau gampang menyerah. Demi A Ling, dia bertekad untuk datang ke pulau batuan. Kesulitan demi kesulitan menghadangnya, bahkan tak sedikit orang-orang di sekitar mencapnya sinting. Ikal menghadapi sebuah pertaruhan besar dan bertekad untuk memenangkannya. Sekali lagi pertolongan dari sahabat sejati terutama Lintang dan Mahar yang membuatnya lolos dari kesulitan-kesulitan itu.
Novel ini rupanya ingin menggaris bawahi sebuah pesan, janganlah engkau takut bermimpi. Tiada sesuatu hal yang mustahil dilakukan asal dilakukan dengan tekad baja dan semangat pantang menyerah, karena bukankah Tuhan selalu beserta para pemberani? Kata demi kata mengalir bak sihir seperti melarang kita menutup buku, menyudahi membaca sebelum mencapai kata akhir. Inilah kepiawaian Andrea dalam memilih kata-kata yang telah teruji di 3 buku sebelumnya.
Maryamah Karpov di sini digambarkan sebagai seorang perempuan yang biasa dipanggil mak cik, mendapat tambahan nama belakang karena sering terlihat di perkumpulan jago-jago catur di warung kopi "Usah Kau Kenang Lagi" dan mengajari orang langkah-langkah a la Karpov.
Nama ini terkesan tempelan saja, artinya tanpa tokoh ini pun tak akan mengubah jalan cerita. Terhitung tidak lebih hanya 3 kali nama perempuan ini disebut dalam buku ini.
Ada juga hal yang ganjil pada saat Ikal menemukan bangkai perahu lanun di dasar sungai Linggang. Keputusan untuk meng'kanibal'kan material kayu kapal lanun demi menyempurnakan haluan perahu "Mimpi-Mimpi Lintang"-Ikal memberi nama perahunya seperti itu untuk menghormati sahabatnya-rasanya sesuatu yang tak masuk di akal. Mana mungkin seorang Ikal yang notabene seorang berpendidikan tinggi mengabaikan nilai historis sebuah perahu yang telah karam ratusan tahun lalu hanya demi ambisi membangun perahu baru.
Terlepas dari adanya beberapa kekurangan di atas, buku ini tentu mempunyai banyak keistimewaan dan memang layak menjadi bacaan wajib terutama bagi teman-teman yang sudah membaca 3 buku sebelumnya. Tentu saja, cerita kisah cinta Ikal dan Aling yang dipertanyakan dalam novel sebelumnya, membuat orang mendapat jawabannya dalam novel ini. Laris manis, tentu saja, seperti kacang goreng. Ungkapan yang pas untuk hasil penjualan buku ini, seperti halnya buku Ayat-ayat Cinta. Untuk lebih lengkap menikmati sendiri kisahnya, silahkan membaca buku dengan tebal 504 halaman ini. Dan selami bahasa yang menyihir pembaca dan menumbuhkan imajinasi yang mempunyai semangat untuk belajar dan berjuang untuk membangun generasi muda Indonesia.
Kelebihan:
Covernya sangat menarik, bergambar perempuan yang sedang main biola, membuat penasaran pembaca.. apakah dia A ling ? A Ling adalah tokoh yang menjadi salah satu daya tarik para pembaca untuk membaca novel keempat ini. Ternyata perempuan itu bukan A Ling.. Dialah Nurmi. Kertas yang digunakan juga menjadi kelebihan novel ini, karena membuatnya menjadi ringan dan terlihat elegan.
Kelemahan:
Walau buku ini membuat orang yang membaca tidak bisa menghentikan bacaannya, buku Maryamah Karpov mempunyai kelemahan. Ada beberapa hal yang mengganjal setelah selesai membaca, antara lain tidak ditemukannya hubungan langsung antara judul dan bangunan cerita secara keseluruhan.